Huta Siallagan: Di Antara Batu Persidangan dan Pohon Kebenaran

Huta Siallagan: Di Antara Batu Persidangan dan Pohon Kebenaran

Jejak Rumah Adat dan Hukum Raja Batak di Pulau Samosir
oleh Toba Experience


Di Balik Dinding Batu yang Sunyi

Di tengah Pulau Samosir, di Desa Ambarita, berdiri sebuah kampung tua yang dikelilingi tembok batu setinggi dada orang dewasa.
Batu-batu itu disusun dengan sabar berabad-abad lalu — bukan oleh tangan mesin, tapi oleh tangan manusia yang percaya bahwa sebuah huta (kampung) harus berdiri dengan kekuatan, keteraturan, dan nilai.

Inilah Huta Siallagan, kampung leluhur marga Siallagan, tempat di mana adat, arsitektur, dan keadilan pernah hidup dalam satu tarikan napas.


Rumah-Rumah yang Bercerita

Begitu melangkah ke dalam gerbang batu, deretan rumah adat tradisional menyambut dengan bentuk atap melengkung yang megah.
Di sini, setiap rumah punya arti dan peran — bukan sekadar tempat tinggal, tetapi simbol tatanan sosial masyarakat Batak Toba.

Ada tiga jenis rumah adat utama di Huta Siallagan, masing-masing dengan kisah dan fungsi yang berbeda:

Rumah Bolon

Rumah terbesar di antara semuanya. Tangga masuknya dari dalam — simbol privasi dan kehormatan.
Di rumah inilah raja dan anak-anaknya tinggal. Rumah Bolon adalah pusat kekuasaan dan tempat segala keputusan adat diambil. Dinding kayunya kokoh, ukirannya halus, dan di dalamnya tersimpan aura wibawa leluhur.

Rumah Siamporik

Sedikit lebih kecil, dengan tangga di luar. Dihuni oleh keluarga yang diundang tinggal di huta: para boru (perempuan dari marga lain), bere, atau anggota marga Siallagan yang bukan keturunan langsung raja.
Rumah ini melambangkan keterbukaan, kerukunan, dan gotong royong — nilai-nilai yang menjadikan masyarakat Batak selalu terhubung, meski berbeda garis darah.

Rumah Sibola Tali

Paling ramping dan sederhana. Dihuni oleh kerabat laki-laki raja, khususnya anak sulung.
Rumah ini menjadi simbol penerus garis keturunan — tali penghubung antara masa lalu dan masa depan. Bentuknya yang langsing mencerminkan kesederhanaan, tapi juga kekuatan seorang pewaris tanggung jawab keluarga.

Bersama, tiga rumah ini membentuk sistem sosial yang utuh — seperti tiga nada dalam satu harmoni kehidupan.


Batu Persidangan & Pohon Kebenaran

Namun daya tarik utama Huta Siallagan bukan hanya arsitekturnya. Di tengah huta, ada batu kursi persidangan yang menjadi saksi perjalanan hukum dan keadilan di masa lalu.

Kursi batu ini tersusun melingkar, menyerupai ruang rapat terbuka di bawah langit. Di sinilah Raja Siallagan dan para tetua adat bermusyawarah dan mengadili perkara — mulai dari sengketa tanah hingga kasus kejahatan berat.
Batu tempat duduk raja sedikit lebih tinggi, menandakan otoritasnya, sementara batu untuk rakyat sejajar melingkar, tanda bahwa hukum adalah kesepakatan bersama, bukan titah sewenang-wenang.

Di samping kursi batu itu, tumbuh tegak sebuah pohon tua yang disebut Pohon Hariara — atau dikenal juga sebagai Pohon Kebenaran.
Konon, setiap keputusan pengadilan dahulu disumpahkan di bawah pohon ini, agar segala ucapan yang keluar tidak mengandung dusta. Siapa pun yang melanggar sumpahnya, dipercaya akan dihukum oleh alam dan roh leluhur.

Bagi masyarakat Batak, pohon bukan sekadar tumbuhan — ia adalah saksi yang hidup, penghubung antara manusia dan dunia roh.


Huta yang Menjaga Ingatan

Kini, Huta Siallagan telah menjadi destinasi wisata budaya paling populer di Samosir, namun keheningannya masih terasa.
Batu-batu tua tetap berdiri, rumah-rumah adat tetap terawat, dan para keturunan Siallagan masih menyambut tamu dengan ramah, mengenakan ulos dan senyum yang hangat.

Di sini, setiap langkah seolah mengantarkan kita kembali ke masa lalu:
masa ketika keadilan ditegakkan bukan dengan dokumen dan hukum tertulis, tapi dengan sumpah di bawah pohon kebenaran dan hati yang takut pada dosa.


Kembali ke Akar

Berkunjung ke Huta Siallagan bukan sekadar perjalanan wisata — ini adalah perjalanan batin.
Anda tidak hanya melihat rumah adat dan batu tua, tapi belajar bagaimana sebuah masyarakat hidup dengan nilai, simbol, dan kearifan yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Huta ini mengingatkan kita bahwa rumah bukan sekadar tempat tinggal, melainkan tempat tumbuhnya kehormatan, kasih, dan tanggung jawab.
Dan hukum — bukan sekadar aturan — tetapi janji untuk menjaga keseimbangan hidup.


Informasi Kunjungan

Lokasi: Huta Siallagan, Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo, Pulau Samosir, Sumatera Utara
Akses: ±15 menit dari Pelabuhan Tomok, bisa dicapai dengan kendaraan roda dua atau empat.
Aktivitas: Tur budaya, pemandu lokal, foto di kursi batu persidangan, dan menyaksikan demonstrasi tarian Sigale-gale.


Sebuah Pesan dari Tanah Leluhur

Saat Anda duduk di batu persidangan itu, dengarkan baik-baik:
angin yang lewat bukan sekadar hembusan, tapi mungkin suara leluhur yang berbisik,
mengingatkan kita untuk tetap berlaku adil — kepada sesama, kepada alam, dan kepada diri sendiri.

Inilah Toba Experience — bukan sekadar melihat, tapi merasakan bagaimana nilai-nilai lama tetap hidup di tengah dunia modern.

No Videos Available

Related Posts: